Oleh : Irfan Murtaqie Zaen[1]
Aktifitas dakwah saat ini jika
kita perhatikan semakin semarak. Terbukti dengan bermunculannya acara-acara
keislaman diberbagai bidang/wilayah. Hal ini memberikan gambaran bahwa saat ini
masyarakat mulai sadar akan pentingnya dakwah guna membangun karakter
masyarakat yang islami. Selain itu, sadarnya masyarakat terhadap dakwah
disebabkan begitu rendahnya moral/akhlak yang tertanam dalam diri generasi
muda. Dengan semakin sering diberitakannya ditelevisi maupun dalam koran
kasus-kasus tindakan asusila dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
generasi muda saat ini, memberikan bukti bahwa saat ini generasi muda masih
jauh dari sentuhan kerohanian meskipun dakwah semakin semarak.
Kasus di atas sangat perlu kita
perhatikan melalui pendekatan sosiologi dakwah. Mengapa demikian ? hal ini
karena, kajian sosiologi tidak bisa lepas dari masyarakat sebagai objek kajian.
Lingkup kajian sosiologi dakwah membahas mengenai eksistensi dan esensi
masyarakat secara komprehensif dalam perspektif sosiologi dakwah. Lalu kemudian
melakukan pendalaman pemahaman mengenai masyarakat yang meliputi : hakikat
masyarakat, karakteristik masyarakat, struktur masyarakat, hubungan sosial
manusia dalam masyarakat, membangun hubungan sosial, serta prinsip-prinsip
dasar hubungan sosial untuk kepentingan pengembangan dakwah.
Islam dapat masuk ke Indonesia
dan tersebar di Indonesia dikarenakan sosok d’ai pada saat itu mampu mengkaji dan
memahami medan dakwah yang sedang dihadapi. Kebudayaan / tradisi yang begitu
kental dan jauh dari ketentuan syariat, mampu dijadikan sebagai media
pengenalan agama islam sehingga islam dapat diterima secara perlahan dan
akhirnya menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Inilah yang dilakukan para
mujahid dakwah terdahulu seperti wali songo sehingga islam dapat menyebar.
Jika kita perhatikan, dakwah
yang berkembang saat ini belum berpijak pada pemahaman kondisi sosial yang memadai diantaranya seperti tema-tema
dakwah yang disajikan banyak yang kehilangan relevansi dengan isu-isu,
masalah-masalah dan kebutuhan yan berkembang di masyarakat. Tema-tema dakwah
yang berkembang cenderung berorientasi pada persoalan eskatologis (persoalan
keakhiratan). Sementara bagaimana membangun kehidupan didunia yang bahagia dan
sejahtera kurang mendapat tekanan yang serius. Sehingga, amat wajar bila
isu-isu besar seperti : kekerasan, terorisme (yang oleh barat selalu dikaitkan
dengan islam, perdamaian global, hak asasi manusia, pornografi, korupsi,
perusakan lingkungan, perdagangan manusia dan lain-lain, nyaris tak terbahas
secara mendalam (Amrulloh Ahmad).
Selain itu juga, Masyarakat
tidak dijadikan sebagai sasaran utama pemberdayaan melalui upaya penyadaran
agar mereka mau mengkaji, berpikir, dan bertindak. Dalam ragam perhelatan
dakwah, masyarakat cenderung menjadi objek yang pasif. Masyarakat dipandang
sebagai wadah kosong yang harus diisi dengan keyakinan dan nilai-nilai moral.
Da’i berbicara, hadirin mendengarkan. Da’i berpikir, hadirin dipikirkan. Da’i
mengatur, hadirin diatur, dan seterusnya. Dalam situasi dakwah seperti itu,
masyarakat tidak dibangkitkan dan ditumbuhkan minatnya untuk mengembangkan
kreativitas, berpikir kritis, dan menata ulang kehidupannya untuk menuju ke
arah yang lebih baik (Yudi Latif).
Juga tidak jarang perhelatan
dakwah yang berkembang di masyarakat keberhasilannya diukur oleh kuantitas
jumlah pengunjung, sementara bagaimana
perkembangan masyarakat selanjutnya sebagai sasaran utama dakwah jarang dipikirkan.
Malah proses dakwah yang berkembang cenderung lebih banyak “menguntungkan” para
da’i ketimbang masyarakat yang diserunya. Misalnya, betapa banyak da’i yang
dilambungkan status sosial, ekonomi, atau politiknya setelah laris “dipakai”
berbagai majelis taklim. Namun tidak demikian halnya dengan kondisi masyarakat
yang diserunya, keadaan mereka tetap memprihatinkan. Sehingga proses dakwah
hanya melahirkan struktur masyarakat baru dimana para da’i menjadi elite
sementara masyarakat tetap berada di struktur bawah, miskin dan terpinggirkan.
Bila etos dakwah yang berkembang di masyarakat masih terus seperti ini, maka
tidak mustahil umat Islam akan kehilangan kreativitas, budaya berpikir kritis,
dan kegairahan bertindak dalam kehidupannya di masyarakat (Yudi Latif).
Singkatnya, gerakan dakwah yang
sekarang berkembang belum mampu secara optimal membangkitkan dan menumbuhkan
minat masyarakat untuk mengkaji, berpikir kritis, dan mengembangkan
kreativitas. Malah yang memprihatinkan, dalam melihat berbagai ketertinggalan
di kalangan umat Islam, para pelaku dakwah tidak jarang hanya sebatas mampu
menyalahkan kebodohan, mengkambinghitamkan kemiskinan, mengecam dan menserapahi
kemaksiatan, atau melakukan tindakan-tindakan anarkhis dengan dalih memberantas
kemungkaran, tanpa melakukan aksi-aksi berarti untuk mendorong masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu mengubah keadaannya sendiri.
Sejatinya, tradisi dakwah yang
dikembangkan harus mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat, dimana
masyarakat lebih diposisikan sebagai subjek, sementara da’i hanya sebatas
fasilitator perubahan.
Masyarakat diberi ruang
kebebasan untuk mengubah keadaannya sendiri. Masyarakat dibangun kesadarannya
bahwa sesungguhnya semua anggota masyarakat adalah da’i bagi dirinya sendiri,
yang tak mungkin terjadi perubahan berarti bila ia tidak mau mengubah apa yang
ada pada dirinya sendiri. Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu kaum sebelum mereka mau
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Forum-forum dakwah mesti
diorientasikan menjadi sebuah sarana dialog untuk membangkitkan potensi
masyarakat sebagai makhluk kreatif,
memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyatakan pandangannya,
merencanakan dan mengevaluasi perubahan sosial yang mereka kehendaki, sehingga terbangun kesadaran bahwa mereka diciptakan Allah untuk
berkemampuan mengelola diri dan lingkungannya dengan kekuatan yang mereka
miliki sendiri. Dengan begitu esensi dakwah justru tidak mencoba mengubah
masyarakat, tapi menciptakan suatu ruang, peluang, atau kesempatan sehingga
masyarakat akan mengubah dirinya sendiri (Yudi Latif).
[1]
Mahasiswa KPI B IV, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN SGD Bandung.
Koordinator komunitas menulis KPI (Exellentbee)
0 comments:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan komentar. Kritik dan saran saya tunggu.
Semoga hari ini menjadi hari yang penuh dengan kemuliaan dan penuh dengan harapan. Semoga Allah senantiasa membimbing, memberi petunjuk, dan lindungan-Nya kepada kita.